Pendakwah dan Keaksaraan: Tangisan Quraish Shihab atas Teks Bacaa

waktu baca 5 menit
Selasa, 19 Sep 2023 12:08 0 58 Bandung Mawardi

Pada suatu masa, Hamka mendatangi umat dengan tulisan-tulisan di majalah. Ia bukan sekadar pendakwah di masjid. Hamka tampil sebagai pendakwah dengan majalah. Kita mengingat tokoh, tulisan, dan dakwah. Pada masa berbeda, M Quraish Shihab berdakwah dengan kolom-kolom di koran. Dulu, orang-orang masih suka memegang dan membuka lembaran-lembaran koran. Di situ, ada tulisan-tulisan keagamaan dari Quraish Shihab.

Kita mengingat ketekunan menulis kolom-kolom itu menghasilkan buku berjudul Lentera Hati (1994). Para pembaca buku mendapat pesan-pesan sederhana seolah mengikuti pengajian tujuh menit. Quraish Shihab tak memerlukan cerewet tapi kesanggupan memberi warta dan cerita dengan pijakan Al-Quran. Lentera Hati tak sekadar tulisan tapi perwujudan “kehadiran” di tengah umat Islam. Buku itu terus cetak ulang, mengingatkan babak dakwah di koran.

Orang-orang tentu mengingat persembahan Quraish Shihab dijuduli Tafsir Al Mishbah. Deretan buku 15 jilid itu memukau. Pembaca diajak menekuni corak tulisan berbeda dari kolom-kolom pendek. Quraish Shihab mengerjakan tafsir itu tiga tahun berbarengan menunaikan tugas-tugas negara dan mengurusi keluarga. Ketekunan dilambari pengetahuan dan keinsafan dalam memuliakan Islam. Tafsir Al Mishbah itu bukan persembahan terakhir. Ia terus menulis dan mendatangi kita dengan beragam buku.

Sosok dan buku 

Kita mengenali Quraish Shihab dengan buku-buku menandakan tata cara berdakwah keaksaraan. Predikat itu memiliki babak-babak masa lalu. Pada saat remaja, Quraish Shihab belajar di sekolah dan pondok pesantren di Malang. Remaja dengan kesungguhan dan capaian: “… Quraish menguasai beragam materi pelajaran pesantren. Tahun pertama di Al-Faqihiyah, ia sudah hafal lebih seribu hadits. Quraish tidak hanya rajin mencatat, tapi juga mampu menjelaskan kandungan kitab-kitab yang dipelajarinya. Merujuk kandungan kitab kuning yang usianya berabad-abad itu, Quraish piawai memberi contoh dan analogi yang selaras dengan konteks kekinian.”

Kita membaca keterangan masa belajar dalam buku berjudul Cahaya, Cinta, dan Canda M Quraish Shihab (2015) susunan Mauluddin Anwar, Latief Siregar, dan Hadi Mustofa. Ia menempuhi jalan keaksaraan tak cuma di Indonesia. Keinginan mendalami Al-Quran berlanjut dengan studi ke Mesir. Tahun-tahun menjelang menjadi penulis buku-buku, Quraish Shihab pun mahir dalam berceramah. Ia mengerti kekuatan lisan dalam berdakwah. Kemahiran dalam lisan dan tulisan membuktikan kesadaran berbahasa di hadapan umat. Quraish Shihab itu pembelajar bahasa-bahasa untuk sampai agama.

Quraish Shihab ingat pesan bapak agar mencari ilmu di Mesir dan menjadi doktor. Ia mengartikan itu dukungan meraih ilmu. Pada suatu masa, ia berhasil meraih gelar doktor. Usia bertambah, ilmu pun bertambah. Diri sudah bergelar doktor tapi urusan terpenting itu berdakwah.

Quraish Shihab itu buku. Kita mendapat penggalan pengisahan agak lucu mengenai Quraish Shihab, istri (Fatmawaty), dan buku: “Tapi, bagi Fatmawati, sejak pernikahannya, sesungguhnya ia telah menjadi istri kedua. Quraish memiliki istri pertama yang lebih dicintainya. Quraish sering curhat, menangis, bercanda-tawa, bahkan tidur dengan istri pertamanya, di kamar Fatma. Fatma kerap harus mengalah. Siapakah gerangan dia? Buku!” Kita maklum jika Quraish Shihab gandrung buku dan menulis buku-buku.

Pada 2018, terbit buku berjudul Islam yang Saya Amati: Dasar-dasar Ajaran Islam. Buku agak telat terbit setelah orang-orang sering membaca buku-buku Quraish Shihab bertema Al-Quran. Ia tampil sebagai “penuntun” dan pemberi penjelasan agar orang-orang mengerti Islam. Buku sejenis sudah sering ditulis para tokoh di Indonesia.

Quraish Shihab menjelaskan: “Memang betul sudah cukup banyak buku berisi uraian keislaman, tetapi sebagian di antaranya sangat luas dan uraiannya belum terlalu diperlukan oleh kaum muslim, apalagi para pemula. Sebagian lainnya sederhana dalam uraiannya, tetapi belum mencakup apa yang hendak atau yang perlu setiap muslim ketahui.” Ia tentu sudah rampung puluhan atau belasan buku sebelum memutuskan menulis buku berjudul Islam yang Saya Amati. Kita makin mengerti ia sebagai pendakwah gandrung buku.

Di Indonesia, ribuan orang membaca buku-buku susunan Quraish Shihab. Mereka menghormati Quraish Shihab sebagai penulis buku, tak sekadar pendakwah di masjid atau televisi. Kemahiran lisan memang mengakrabkan Quraish Shihab dengan umat. Dulu, mereka biasa menonton penampilan Quraish Shihab di televisi.

Ribuan orang menerima dan memahami tulisan-tulisan Quraish Shihab. Mereka itu pembaca, bukan penonton atau penikmat dalam pengajian. Peristiwa membaca buku berbeda dari sekadar kehadiran saat Quraish Shihab berceramah. Sekian buku sering teringat para pembaca: “Membumikan” Al Quran, Wawasan Al Quran, dan Mukjizat Al Quran. Daftar buku garapan Quraish Shihab masih panjang biasa dicap laris atau sering cetak ulang.

Di buku berjudul “Membumikan” Al Quran (1992), pembaca mendapat pengisahan Quraish Shihab dan Al-Quran. Ia sering mendapat petuah-petuah dari bapak. Ia mengerti petuah dan kisah bersumber Al-Quran. Pada suatu masa, ia belajar di Universitas Al Azhar, Mesir: “…. saya bersedia mengulang setahun untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan studi saya di jurusan tafsir, walaupun jurusan-jurusan lainnya pada fakultas lain sudah membuka pintu lebar-lebar untuk saya.” Ia berhasil kuliah di jurusan tafsir dan sadar: “betapa besar kebutuhan umat manusia akan Al-Quran dan penafsiran atasnya.”

Quraish Shihab terus mendalami Al Quran. Pada 1995, ia membuktikan pelbagai saran dari teman-teman agar menulis buku mengenai mukjizat dan keistimewaan Al-Quran. Perwujudan justru dimulai di negara jauh. Di buku berjudul Mukjizat Al Quran (1997), Quraish Shihab menceritakan mendapat tugas studi selama sepuluh minggu di Massachussets, Amerika Serikat: “Kerinduan kepada keluarga penulis obati dengan membaca ayat-ayat Al-Quran di malam hari. Nikmat membaca ayat-ayat Al-Quran serta ketenangan batin yang dihasilkannya… setiap itu pula nalar dan hari bersepakat mendorong untuk menulis dan menulis.” Di Amerika Serikat dan pelbagai tempat, Quraish Shihab rajin membaca Al-Quran dan bergairah membuat tulisan-tulisan untuk terbit menjadi buku. Begitu.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *