Menu

Nabi Sudah Ingatkan: “Jangan Ekstrem Dalam Beragama”

Muhammad Reza Fadil 1 bulan ago 18.395 Views

Sejak jauh hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan umatnya untuk tidak berlaku ekstrim (al-ghuluw) dalam beragama. Keterangan ini dapat ditemukan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Nasai, Ibnu Majah, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim dari jalur Abu Al-‘Aliyah dari Ibn ‘Abbas ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw. kepadaku; “Waspadalah kalian terhadap al-ghuluw fī al-dīn, sesungguhnya al-ghuluw dalam beragama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Fathul Bari pada bab mā yukrohu min al-ta’ammuq wa al-tanāzu’ fī al-‘ilmi wa-al-ghuluw fī al-dīn wa al-bida’ menjelaskan bahwa al-ghuluw adalah sikap berlebih-lebihan terhadap sesuatu (al-mubālaghah fī al-syay’i) dan berlaku ekstrim di dalamnya (al-tasydīd fīhi) dengan melampaui batas (bitajāwuzi al-ḥad).

Pelarangan berlaku ekstrim dalam beragama ini dapat meliputi segala aspek dalam agama. Dalam aspek ibadah misalnya Nabi melarang sahabatnya yang terlalu bersemangat dalam beribadah sehingga terjerumus dalam sikap berlebih-berlebihan dengan berencana untuk melaksanakan shalat semalam suntuk tanpa tidur, puasa sepanjang tahun, dan hidup membujang, maka Nabi bersabda; sesungguhnya aku berpuasa kemudian berbuka, aku mendirikan shalat malam dan tidur, dan aku menikahi perempuan, maka barangsiapa yang membenci sunnahku, maka bukan bagian dariku (HR. Al-Bukhari dalam kitab al-nikāḥ, bab al-targhīb fī al-nikāḥ). Dalam aspek teologi, Islam bukan agama yang berorientasi pada fisik atau materi semata (materialisme-naturalisme), namun bukan juga non-fisik saja (idealisme-spiritualisme). Tafsir Al-Manar ketika menafsirkan ummatan wasathan (umat pertengahan) pada QS. Al-Baqarah ayat 143 menerangkan bahwa umat agama sebelum Islam terbagi dua; mereka yang hanya mempercayai kehidupan fisik dan mereka yang menyelam ke dalam kehidupan ruhani saja. Sementara Islam menggabungkan keduanya; rūhāniyyah jasmāniyyah, mengajarkan keyakinan atas kehidupan dunia dan akhirat, yang zāhir dan yang bāṭin/ghāib.  

Sejatinya berlaku ekstrim itu terbagi dua; ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Dalam bahasa Arab ada ifrāṭ (al-ziyādah ‘ala al-maṭlūb fil amri/berlebih dari perkara yang dipinta) dan tafrīṭ (al-naqshu ‘anhu wa taqshīr/kurang dari apa yang dipinta). Maka, dalam beragama keduanya itu dilarang. Orang yang berlebihan dalam beribadah dilarang, yang tidak mau beribadah juga terlarang. Terlalu mementingkan kehidupan akhirat dengan mengabaikan dunia dilarang, terlalu mengejar dunia dengan meninggalkan akhirat juga terlarang. Allah berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qashash: 77).

Maka, untuk menghindari perilaku ekstrim dalam beragama diperlukan pemahaman dan pengamalan moderasi beragama. Dalam Modul Moderasi Beragama Kemenag RI dijelaskan bahwa moderasi beragama adalah pemahaman dan pengamalan beragama yang berada di tengah di antara dua kubu ekstrim, yaitu ekstrim kiri; liberalisme dan sekulerisme, dan ekstrim kanan; terorisme dan radikalisme. Dengan menghindari sikap ekstrim dalam beragama, maka sesuai dengan sabda nabi di atas akan terhindar dari kehancuran peradaban manusia itu sendiri.

Muhammad Reza Fadil

Dosen IAIN Langsa, Mahasiswa Doktoral Universitas PTIQ Jakarta

– Advertisement – BuzzMag Ad
Written By

Dosen IAIN Langsa, Mahasiswa Doktoral Universitas PTIQ Jakarta